Semalem liat Maia Estianty di Just Alvin, setelah beberapa minggu sebelumnya nonton Ahmad Dhani di acara serupa, talk show ini memang mengarahkan narasumber untuk ngebuka hal hal yang susah buat diomongin ke publik, seringkali amat personal, sehingga format acaranya pun dibikin interview 2 arah, minus penonton yang bertujuan buat menggiring narasumber supaya dengan sendirinya tiba tiba curcol alias curhat colongan, heheheh pinter juga konseptornya. Buat saya ini jelas angin segar di dunia pertalkshowan indonesia. Tapi postingan ini bukan tentang talk show, bukan juga tentang Dhani dan Maia, entar malah gossip ndak genah hehehehe... Tapi ini tentang segenap pengalaman yang kira kira bisa kita petik dari Dhani and Maia. Subjektifitas saya mengatakan egolah yang jadi trigger sekaligus bahan bakar konflik berkepanjangan mereka berdua. Saya sendiri baru tau Maia menikah di usia 18, entah Dhani di usia berapa, yang jelas mereka menikah muda. Mungkin di usia tsb ego masih sangat bergejolak, tapi di usia mereka yang sekarang seharusnya ego sudah ditelan kedewasaan. Saat seharusnya kita melakukan yang terbaik bagi anak anak kita kelak, jangan sampai kita masih diperbudak ego sehingga kita lupa bahwa kita sudah dewasa. Komunikasi yang sering digembar gemborkan para wedding advisor sebagai sarana untuk mencapai kerukunan berumah tangga hanya saya anggap omong kosong belaka. Teori saya sih sudah pasti akan rukun apabila pasangan melalui kedewasaannya sendiri MAMPU UNTUK SALING MENERIMA, tinggal sejauh mana mau menerima itulah yang kadarnya seringkali berbeda untuk tiap pasangan. Saya juga sudah bosan dicekoki dengan konsep the right now and the right one karena itu sama utopisnya dengan komunikasi yang lancar sebagai syarat dari pernikahan yang langgeng. Saya cuman kasian sama anak anaknya Dhani and Maia, mereka mungkin bisa beli apa aja yang ada di planet bumi, tapi mereka gak bisa membeli ego orang tua mereka, sehingga gak bisa ngerasain the most quality time in the world. Yaitu saat saat untuk bisa mencintai dan dicintai dalam sebuah keluarga.
dalem bo... tapi gimanapun jg ndut, ego lah yg membentuk manusia jd dirinya. kalo gak ada ego, endonesa belon merdeka ni. yg mereka butuhin itu manajemen ego. gimana 2 ego bisa dibikin kerjasama sehingga terciptalah kehidupan yg harmonis, begitu kira2...
BalasHapussalam kenal bos, gue fikar from balikpapan sebenarnya q ingin cari berita tentang maia dan dhani malah masuk ke sini. bos bisa buat ulasan ulang tentang curhatan dhani dan maia singkat dan jelas lah. karena q penasaran apa sih akar permasalahan mereka anak atau selingkuh atau apalah please bos??? salam kenal dari q, km bisa main2 ke blog ku juga. tulisan lo sumpah keren end cool banget. waslm....
BalasHapusYa Allah.....postinganmu kik....berubah mazhab
BalasHapuswah thx mas fikar, anda satu satunya orang yang blg blog saya yang jayus ini bagus...
BalasHapustrimaksih atas apresiasinya, saya jadi terharu, gagagagaga...
buat konflik RT nya maia ma dhani saya juga ndak gt paham, tapi menurut saya ya manajeman ego itulah...
sehingga dhani katakanlah pgn poligami, dan maia katakanlah terlalu bebas dalam mengaktualisasi diri...
that's it, thx for stoppin' by yah, sering2 maen ke blog bagus ini, gagagagagaga...
betul..manajemen ego!..masalahnya Qie; sebagai salah satu striker timnas mahasiswa Indo nesia di Tripoli, saya gak bakalan bis mencetak gol tanpa mendahulukan ego! (lho..malah ra nyambung...ha2......ra po2 sing pentin g comment!...
BalasHapusKw bal balan diq???
BalasHapusapa kata dunia, lha mengko nek pemain malah do keliru nendang kowe njuk piye???
gagagagaga, piss ah...